Hukuman Orang Yang Berzina

Bahwasanya seorang laki-laki bangsa arab gunung menghadap Rasulullah SAW dan berkata “Ya rasulallah, saya tidak memohon kecuali putusan engkau dalam kitab Allah terhadap saya”. Maka yan lainya berkata dan ia lebih tahu dari padanya: “Ya putusilah kami dengan kitab Allah dan izinkanlah saya”. Beliau bersabda “katakanlah” ia berkata : sesungguhnya anak saya, menjadi buruh pada orang ini dan berzina dengan istrinya, dan saya telah mendapat kabar bahwa anak saa ini harus dirajam 1). Maka say akan menebusnya dengan seratus ekor kambing dan seorang hamba perempuan, dan saya bertanya kepada ahli ilmu dan mereka memberitahu kepada saya bahwa anak saya itu harus dijilid seratus kali dan di asingkan satu tahun, dan istri orang itu harus dirajam”. Maka rasulullah bersabda “Demi yang jiwaku ada pada tanganNya (demi Allah), sungguh aku akan memutusi antara kalian dengan kitab Allah: hamba perempuan dan kambing kepadamu, dan anakmu meski dijilid seratus kali dan diasingkan satu tahun, dan engkau hai Unais pergilah kepada istrinya orang ini, dan kalau is mengakui kesalahannya maka rajamlah ia” (Muttafaq ‘alaih, dan lafadz ini dalam riwayat Muslim).

Ambillah dariku! Ambillah dariku! (termimalah hukuman dari padaku) sungguh Allah telah menjadikan suatu jalan bagi perempuan-perempuan : yang belum kawin dengan yang belum kawin (berzina), hukumannya dijilid seratus kali dan diasingkan satu tahun; yang sudah kawin dengan yang belum kawin hukumannya dijilid seratus kali dan dirajam. (diriwayatkan oleh Muslim).

Seorang laki-laki dari golongan islam telah datang kepada Rasulullah sedangkan beliau ada di dalam masjid, ia memanggil beliau dan berkata “Ya Rasulallah saya telah berzina”, maka beliau berpaling dari orang itu berulang-ulang, sehingga beliau mengulangi empat kali, maka setelah ia bersyahadat emapat kali, Rasulullah memanggilnya dan bersabda “Apakah engkau gila”. Jawabnya “tidak” Beliau bersabda : “apakah kamu sudah kawin?” ia menjawab : “Ya”. Maka rasulullah bersabda,: “Bawalah orang ini dan rajamlah dia”. Muttafaq ‘alaih.

---