Pengertian Arah Kiblat


Kiblat secara literal memiliki makna arah dari pemusatan perhatian. Sedangkan kiblat secara istilah yaitu arah yang merujuk ke suatu tempat di mana bangunan Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. (Departemen Agama RI, 2009:1).
Masalah kiblat tidak lain adalah masalah arah, yakni arah kota Makkah. Arah Ka’bah dapat ditentukan dari setiap titik atau tempat di permukaan bumi dengan melakukan perhitungan dan pengukuran. Oleh sebab itu, perhitungan arah kiblat pada dasarnya adalah perhitungan untuk mengetahui guna menetapkan ke arah mana Ka’bah berada dilihat dari semua gerakan orang yang sedang melaksanakan shalat, baik ketika berdiri, ruku’, maupun sujudnya selalu berimpit dengan arah yang menuju Ka’bah.
Umat Islam telah bersepakat bahwa menghadap kiblat dalam shalat merupakan syarat sahnya shalat (sebagaimana dalil-dalil syar’i yang ada). Bagi orang-orang yang berada di Kota Makkah dan sekitarnya, perintah ini tidak menjadi persoalan, karena dengan mudah mereka dapat melaksanakan. Namun bagi orang-orang yang jauh dari Makkah tentunya timbul permasalahan tersendiri, cukup menghadap arahnya saja ataukah harus menghadap arah yang tepat ke posisi Ka’bah yang sebenarnya. (Departemen Agama RI, 2009:8).
Mengingat bahwa bentuk permukaan bumi yang seperti bola, maka setiap titik di permukaan bumi ini berada pada permukaan bola. Untuk itu, ilmu falak mendefinisikan arah kiblat adalah arah atau jarak terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati Ka’bah (Makkah) dengan tempat kota yang bersangkutan. Dengan demikian, tidak dibenarkan, misalnya orang Jakarta melaksanakan sholat menghadap ke timur serong ke selatan sekalipun bila diteruskan juga akan sampai ke Ka’bah, karena arah atau jarak yang paling dekat ke Ka’bah bagi orang Jakarta adalah barat serong ke utara sebesar 25° 08’ 30.73” (B-U).

2.2. Penentuan Arah Kiblat
Mengingat setiap titik dipermukaan bumi ini berada pada permukaan bola, maka penentuan arah kiblat dilakukan dengan Ilmu Ukur Segitiga Bola. Sebagai ilustrasi, pengukuran dilakukan dengan derajat sudut dari titik utara. Dengan demikian ada tiga buah titik yang harus dibuat yaitu :
1. Titik M, diletakkan di kota Makkah.
2. Titik O, diletakkan di kota (tempat) yang akan ditentukan arah kiblatnya.
3. Titik U, diletakkan di titik utara.
Titik M dan titik U adalah dua titik yang sifatnya tetap, tidak berubah-ubah. Titik M selalu berada di sebelah utara equator, dan titik U sebagai titik pusat (sumbu). Sedang titik O selalu berubah-ubah tempatnya, mungkin berada di sebelah utara equator dan kemungkinan pula berada di sebelah selatannya.Bila ketiga titik itu dihubungkan dengan garis, maka terjadilah segitiga bola UOM, seperti pada gambar 2.1
U

o
m
M
u

bm - bo
O
Gambar 2.1 Ilustrasi Ilmu Ukur Segitiga Bola untuk penentuan arah           kiblat.

Ketiga sisinya diberi nama dengan huruf kecil dari nama sudut yang ada di hadapannya, yaitu sisi u, sisi o, dan sisi m. (Departemen Agama RI, 2009:30).

2.2.1. Menghitung Arah Kiblat
Sebelum menghitung arah kiblat, kita memerlukan data tentang posisi geografis dari kota Makkah dan tempat di mana kita akan mengukur arah kiblat tersebut, yang meliputi lintang (φ) dan bujur (λ). Posisi geografis kota Makkah menurut penelitian dari Djambek Sa’adoeddin (Sabiq Sayyid, 1981:103) adalah 21°25’ LU 39°50’ BT. Sedangkan posisi geografis dari tempat yang akan kita ukur dapat diperoleh dengan melakukan interpolasi dengan ketentuan bahwa penyimpangan ke arah utara-selatan tiap 111 km = 1°. Sedangkan penyimpangan ke arah barat-timur, dapat dicari dengan rumus :


(Sabiq,1981:103)
2.2.2. Rumus-rumus Penghitungan Arah Kiblat
Setelah kita mengetahui data bujur dan lintang tempat pada kedua lokasi tersebut, selanjutnya bisa kita hitung dengan menggunakan rumus-rumus matematis yang ada, antara lain :
a. Rumus persamaan Segitiga Bola dengan lokasi peninjau di sebelah utara garis katulistiwa (lintang utara). Dalam pengukuran ini titik 0° adalah titik utara, dan bila hasilnya positif berarti ke arah timur (searah jarum jam), sedangkan bila hasilnya negatif berarti ke arah barat (berlawanan arah jarum jam)



(Sabiq, 1981:104)
b. Rumus persamaan Segitiga Bola dengan lokasi peninjau di sebelah selatan garis katulistiwa (lintang selatan). Dalam pengukuran ini titik 0° adalah titik utara, dan bila hasilnya positif berarti ke arah timur (searah jarum jam), sedangkan bila hasilnya negatif berarti ke arah barat (berlawanan arah jarum jam)



(Sabiq, 1981:105)
c. Rumus menggunakan Azimut Kiblat dengan penyederhanaan data Penyederhanaan data dimaksud adalah dengan menggunakan simbol matematis tertentu, sebagai berikut :
K

C
b
M a
Garis Katulistiwa
B
O

Gambar 2.2 Ilustrasi perhitungan azimut kiblat suatu tempat



Keterangan :
a = panjang garis KO = 90° - Lintang tempat
b = panjang garis KM = 90° - Lintang kota Makkah
(90° - 21°25’ = 68°35’)
sudut C = sudut OKM = bujur tempat – bujur Makkah
sudut B = sudut KOM = Azimut Makkah (dihitung dari titik utara)
(Arifin, 1999:29)
d. Rumus menghitung arah Kiblat khusus bagi kota-kota di sebelah timur kota Makkah Rumus ini langsung menghitung besar sudut arah kiblat, dimana titik nol adalah arah barat ke utara.


(Arifin,1999:14)

2.2.3. Mengukur Arah Kiblat
Setelah kita mengetahui hasil penghitungan arah kiblat dari suatu kota, maka tugas selanjutnya adalah mengukur arah yang tepat sesuai dengan penghitungan kita. Untuk mengukur arah menggunakan hasil penghitungan yang cermat seperti tersebut di atas, diperlukan cara pengukuran yang cermat pula agar hasilnya bisa optimal. Adapun cara-cara yang bisa kita lakukan untuk pengukuran ini antara lain :
1. Menggunakan Kompas Magnetis
2. Menggunakan Tongkat Istiwa’
3. Menggunakan Bayangan Matahari
4. Memanfaatkan Momen Matahari Berkulminasi tepat di atas Ka’bah
Dari keempat cara tersebut, masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan tertentu. Kompas magnetis misalnya, benda ini relatif mudah didapat dimana saja. Cara penggunaannyapun relatif mudah. Tetapi akurasi hasil yang diperoleh masih tergantung banyak faktor. Sedangkan pada penggunaan tongkat istiwa’ hasil yang diperoleh relatif lebih akurat, asal pengukurannya cermat. Tetapi cara pengukuran semacam ini sangat tergantung pada cuaca dan harus dilakukan pada siang hari ketika cahaya matahari cerah, serta butuh waktu yang relatif lebih lama. Pemanfaatan bayangan matahari serta moment matahari berkulminasi di atas kota Makkah, juga mengandung unsur kelebihan dan kekurangan.
2.3. Aplikasi Peralatan Falak
2.3.1.Penggunaan Kompas Magnetis
Kompas magnetis adalah sebuah alat yang memanfaatkan sifat-sifat logam bermuatan magnet. Sebagaimana diketahui bahwa di seluruh permukaan bumi ini diliputi dengan elektron bebas. Karena bumi kita ini berputar pada porosnya (rotasi) dengan kecepatan + 1666,67 km/jam, maka kekuatan elektron bebas ini terpolarisasi di dekat poros bumi, yakni kutub utara dan selatan. Sedangkan benda-benda yang bermuatan magnet, yang memiliki kekuatan menarik dari elektron bebas, secara otomatis akan mengikuti arah gerakan elektron ke pusat kekuatan tersebut. Dengan demikian benda bermuatan magnet ini bila diberi kesempatan untuk bergerak bebas akan selalu menunjuk arah utara dan selatan.
Namun demikian hal yang perlu diingat adalah bahwa pemusatan kekuatan elektron bebas ini tidak tepat betul di kutub bumi, melainkan berpindah-pindah secara konstan walaupun pada jarak yang tidak terlalu jauh. Karena itu setiap tahun di masing-masing tempat di permukaan bumi ini terdapat magnetic variation. Sebaiknya untuk menunjuk arah utara – selatan secara tepat, maka di masing-masing lokasi perlu ada koreksi yang berkisar antara - 4° s.d. + 4°.
2.3.2. Menggunakan Tongkat Istiwa’
Pengukuran menggunakan tongkat ini merupakan cara yang tidak banyak menuntut peralatan dan data khusus, tetapi hasilnya bisa jadi paling akurat, asal dilakukan dengan cermat dan teliti. Sejak zaman manusia purba, bahkan sejak manusia ada di muka bumi ini, sampai sekarang dan selama bumi beredar sesuai dengan lintasan orbitnya dan berputar secara konstan, maka cara pengukuran arah dengan memanfaatkan bayangan matahari ini akan tetap merupakan cara yang paling akurat di antara cara pengukuran arah yang lain. Hal ini disebabkan gerak matahari saat terbit sampai terbenam merupakan lintasan lurus dari timur ke barat secara hampir sempurna. Dikatakan “hampir” karena memang ada pergeseran tetapi terlalu kecil sehingga dapat diabaikan. Sebagaimana diketahui bahwa setiap tahun matahari bergeser dari 0° di katulistiwa pada tanggal 21 Maret bergeser ke arah utara sampai mencapai 23°26’LU pada tanggal 22 Juni. Selanjutnya kembali ke titik 0° pada tanggal 22 September dan melanjutkan pergeserannya ke belahan bumi sebelah selatan sejauh 23°26’ LS pada tanggal 21 Desember, dan kembali lagi ke titik 0° tanggal 21 Maret tahun berikutnya.
23°26’ LU


23°26’ LS



Gambar 2.3. Ilustrasi perjalanan matahari dalam 1 tahun.

Pergeseran yang diakibatkan gerak revolusi bumi mengelilingi matahari dengan lintasan orbit berbentuk oval pada posisi miring ini ditempuh bumi rata-rata selama 91,3 hari sejauh 23°26’. Artinya setiap hari (24 jam) bumi bergeser sejauh 0°15’23.86”. Dari terbit sampai terbenam (selama 12 jam) bumi bergeser sejauh 0°7’41.93”. Dan apabila kita memanfaatkan cahaya matahari selama 4 jam untuk pengukuran arah ini, artinya matahari hanya bergeser sejauh 0°2’33.98”. Sebuah sudut yang hanya bisa dihitung tetapi sangat sulit digambarkan karena terlalu kecilnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengukuran dengan menggunakan bayangan matahari ini relatif paling akurat karena kita akan memperoleh arah yang sempurna. Bandingkan bila menggunakan kompas, kesalahan itu bisa mencapai 4°.
Pengertian Arah Kiblat Pengertian Arah Kiblat Reviewed by Belajar Dan Berbagai on Wednesday, January 09, 2013 Rating: 5

No comments:

Tulis untuk peningkatan pengetahuan

Powered by Blogger.